Site icon Cssmayo

Synthetic Biology: Inovasi Teknologi yang Mengubah Dunia

Synthetic Biology

Jakarta, cssmayo.com Synthetic biology atau biologi sintetis terdengar seperti istilah dari film fiksi ilmiah. Namun kenyataannya, teknologi ini benar-benar ada dan berkembang pesat. Secara sederhana, synthetic biology adalah upaya manusia untuk merekayasa sistem biologis agar berfungsi sesuai kebutuhan tertentu, mulai dari menciptakan bakteri penghasil energi hingga merancang sel yang bisa melawan penyakit.

Banyak ilmuwan menggambarkannya sebagai “engineering untuk kehidupan”. Kalau insinyur biasa merancang jembatan dengan baja dan beton, ilmuwan synthetic biology merancang organisme dengan DNA sebagai bahan utamanya.

Seorang mahasiswa bioteknologi di Bandung bercerita bahwa ia pernah mengikuti kompetisi iGEM (International Genetically Engineered Machine). Ia bersama timnya mencoba merancang bakteri yang mampu mendeteksi polusi logam berat di sungai. Meski proyek itu masih skala laboratorium, ide tersebut menunjukkan betapa luasnya kemungkinan yang bisa dibuka oleh synthetic biology.

Dalam dekade terakhir, synthetic biology telah berkembang dari sekadar eksperimen laboratorium menjadi solusi nyata. Produk-produk berbasis biologi sintetis sudah mulai hadir di pasar: daging nabati dengan rasa mirip daging asli, insulin yang diproduksi lewat mikroba, hingga bahan kimia ramah lingkungan untuk industri.

Prinsip Kerja: DNA sebagai “Kode Pemrograman Kehidupan”

Untuk memahami synthetic biology, kita perlu membayangkan DNA seperti kode pemrograman komputer. Kalau dalam dunia digital ada bahasa pemrograman seperti Python atau Java, maka dalam biologi ada kode empat huruf: A, T, C, dan G.

Synthetic biology menggunakan pendekatan design-build-test-learn (DBTL).

  1. Design: ilmuwan merancang urutan DNA yang diinginkan.

  2. Build: DNA tersebut disintesis dan dimasukkan ke dalam sel.

  3. Test: fungsi DNA diuji, misalnya apakah sel bisa menghasilkan protein tertentu.

  4. Learn: hasilnya dievaluasi, lalu disempurnakan.

Dengan metode ini, ilmuwan bisa merancang mikroorganisme sesuai kebutuhan. Misalnya, bakteri yang bisa menghasilkan biofuel, atau ragi yang mampu memproduksi aroma vanila alami.

Perkembangan teknologi seperti DNA sequencing (membaca kode genetik) dan DNA synthesis (membuat kode genetik baru) membuat synthetic biology semakin cepat dan murah. Kalau dulu butuh miliaran rupiah dan bertahun-tahun untuk memetakan DNA manusia, kini hal itu bisa dilakukan dalam hitungan minggu dengan biaya jauh lebih rendah.

Aplikasi Synthetic Biology di Kehidupan Sehari-hari

Synthetic biology bukan sekadar riset. Teknologi ini sudah mulai masuk ke berbagai sektor industri.

a. Kesehatan

b. Pangan

c. Energi dan Lingkungan

d. Industri Tekstil dan Bahan

Tantangan dan Kontroversi Synthetic Biology

Meski potensinya luar biasa, synthetic biology juga menimbulkan kontroversi.

  1. Isu Etika. Apakah manusia boleh “bermain Tuhan” dengan merancang kehidupan baru? Pertanyaan ini sering muncul di forum ilmiah maupun publik.

  2. Keamanan. Risiko kebocoran organisme sintetis ke alam bebas menjadi kekhawatiran serius. Jika tidak diawasi, mikroba rekayasa bisa mengganggu ekosistem.

  3. Bioterorisme. Karena DNA bisa disintesis dengan mudah, ada kekhawatiran teknologi ini disalahgunakan untuk menciptakan patogen berbahaya.

  4. Akses dan ketimpangan. Teknologi mahal ini berisiko hanya bisa diakses negara maju, sementara negara berkembang tertinggal.

Seorang profesor bioteknologi dari UI pernah mengingatkan bahwa synthetic biology ibarat pedang bermata dua. Ia bisa menyelamatkan jutaan nyawa lewat obat-obatan baru, tetapi juga bisa menimbulkan masalah besar jika digunakan sembarangan.

Synthetic Biology di Indonesia: Peluang dan Masa Depan

Bagaimana dengan Indonesia?

Meskipun synthetic biology masih terdengar asing bagi masyarakat luas, sejumlah universitas dan lembaga penelitian sudah mulai melirik bidang ini. Mahasiswa Indonesia beberapa kali ikut serta dalam kompetisi internasional iGEM dengan ide-ide kreatif, seperti mikroba pendeteksi polusi atau bakteri penghasil bioetanol.

Industri pangan lokal juga bisa menjadi ladang subur. Bayangkan jika ragi rekayasa bisa membantu memproduksi tempe dengan kandungan protein lebih tinggi, atau mikroba sintetis bisa menciptakan rasa kopi khas Indonesia yang lebih konsisten untuk pasar ekspor.

Selain itu, synthetic biology dapat membantu sektor energi terbarukan. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan biodiversitas tinggi bisa menjadi pusat riset mikroba unik yang berpotensi untuk rekayasa genetik.

Namun, tentu saja perlu dukungan kebijakan pemerintah, investasi, dan regulasi ketat agar teknologi ini bisa berkembang dengan aman.

Kesimpulan: Masa Depan yang Dirancang dengan DNA

Synthetic biology adalah salah satu teknologi paling revolusioner abad ini. Dengan memadukan biologi, kimia, dan rekayasa, ia membuka jalan bagi solusi baru di bidang kesehatan, pangan, energi, hingga lingkungan.

Meski penuh potensi, synthetic biology juga menuntut kewaspadaan. Pertanyaan etika, keamanan, dan regulasi harus dijawab sebelum teknologi ini benar-benar diadopsi luas.

Namun, jika dikelola dengan bijak, synthetic biology bisa menjadi kunci untuk menghadapi tantangan global: dari krisis iklim, ketahanan pangan, hingga kesehatan manusia.

Seperti yang sering diucapkan oleh para ilmuwan, “Masa depan bisa kita desain, satu gen pada satu waktu.”

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Techno

Baca Juga Artikel Dari: Bioprinting 3D: Revolusi Teknologi Medis untuk Masa Depan

Author

Exit mobile version