Jakarta, cssmayo.com – Bayangkan kamu punya asisten digital yang tidak hanya menjawab pertanyaan, tapi bisa mengatur jadwal rapat, menyusun laporan, membeli tiket, bahkan menyusun strategi pemasaran—tanpa kamu suruh satu per satu. Bukan, ini bukan adegan film sci-fi. Ini adalah realita baru dalam dunia kecerdasan buatan yang disebut Agentic AI.
Agentic AI berasal dari kata “agentic” yang merujuk pada sifat agen: mandiri, proaktif, dan mampu mengambil keputusan berdasarkan tujuan tertentu. Jadi berbeda dengan AI konvensional yang menunggu perintah manusia, agentic AI bekerja dengan autonomi. Ia bisa menjalankan rangkaian tugas sendiri, menentukan langkah-langkahnya, dan mengevaluasi hasilnya.
Contohnya, sebuah agentic AI untuk manajemen konten bisa menganalisis tren media sosial, menyusun ide konten berdasarkan tren tersebut, menjadwalkan unggahan, hingga mengukur engagement—semuanya dalam satu alur tanpa intervensi manusia terus-menerus.
Apa yang membedakan Agentic AI dari AI biasa?
-
AI biasa: menerima perintah → memproses → memberikan hasil.
-
Agentic AI: menerima tujuan → merancang cara → melaksanakan langkah-langkah → memantau dan menyempurnakan hasil.
Menurut laporan riset global tahun 2025 yang banyak disoroti media teknologi di Indonesia, perkembangan agentic AI ini menjadi transisi besar dari sekadar “asisten cerdas” ke kolaborator digital yang otonom.
Bagaimana Agentic AI Bekerja? Penjelasan Sederhana Tapi Masuk Akal
Cara kerja Agentic AI memang kompleks, tapi bisa dijelaskan dalam bahasa yang manusiawi. Anggap saja kamu menyuruh AI: “Tolong rancang kampanye pemasaran produk baru.” Dalam AI biasa, kamu akan memberikan seluruh arahan secara rinci: target audience, platform yang dipilih, copywriting, visual, waktu unggah, dll.
Tapi pada agentic AI, kamu cukup memberi “goal”. Misalnya: “Tingkatkan awareness produk X di pasar Gen Z dalam 2 minggu.”
Lalu apa yang terjadi?
Langkah-langkah yang diambil Agentic AI:
-
Goal Decomposition:
AI akan memecah tujuan besar menjadi sub-tugas: riset pasar, identifikasi audiens, riset kompetitor, penentuan platform, strategi konten, dan lain-lain. -
Task Planning:
Ia menyusun timeline kerja, prioritas, dan strategi. Seperti punya project manager virtual. -
Action Execution:
AI akan melaksanakan tugas: browsing data, membuat konten, menilai engagement, dan bahkan menyesuaikan strategi berdasarkan feedback pasar. -
Iterasi dan Evaluasi:
Jika engagement rendah, ia akan mengubah pendekatan. Jadi bukan one-time system, tapi AI yang belajar dari tindakannya sendiri.
Di balik ini semua, agentic AI digerakkan oleh teknologi LLM (Large Language Models) seperti GPT-4, sistem perencanaan otomatis, agent framework (seperti AutoGPT atau LangChain), dan database yang adaptif. Perpaduan inilah yang membuatnya bukan hanya cerdas, tapi juga gesit dan adaptif.
Contoh Penggunaan Agentic AI di Dunia Nyata (dan Indonesia Juga Mulai Cicipi)
Kamu mungkin bertanya, “Emang udah dipakai di mana aja sih Agentic AI?” Jawabannya: lebih dekat dari yang kamu kira.
1. Customer Service Otomatis
Perusahaan e-commerce di Jakarta mulai mengembangkan agentic AI yang bukan hanya menjawab pertanyaan konsumen, tapi juga bisa memproses pengembalian barang, menghubungi tim warehouse, hingga memberi solusi kompensasi secara mandiri.
2. Manajemen Proyek Otomatis
Beberapa startup teknologi sudah menggunakan sistem berbasis agentic AI untuk memantau progress tim. AI ini bisa membaca milestone project, menegur lewat Slack kalau deadline belum dikerjakan, bahkan menyarankan alokasi waktu ulang—tanpa perintah manusia.
3. Trading dan Keuangan
Di sektor keuangan, agentic AI mampu memantau fluktuasi pasar, menyesuaikan strategi portofolio, bahkan mengeksekusi transaksi secara otonom berdasarkan parameter risiko yang ditetapkan.
4. Konten dan Media
AI kini bisa jadi produser konten. Di beberapa agensi digital, AI diberi tugas menghasilkan 30 ide konten selama 1 bulan berdasarkan hasil analitik minggu lalu. AI ini akan meriset, menulis, dan menjadwalkan semua sendiri.
5. Pendidikan dan Tutor Digital
Platform pembelajaran adaptif berbasis agentic AI sedang dikembangkan di beberapa kampus Indonesia. AI ini bisa memantau kemajuan belajar siswa, merekomendasikan materi tambahan, hingga mengatur waktu belajar yang optimal berdasarkan pola aktivitas siswa.
Melihat ini, kita sadar bahwa agentic AI bukan cerita masa depan. Ia sudah masuk ke banyak lini kehidupan—meski belum disadari semua orang.
Tantangan dan Kekhawatiran di Balik Kecanggihan Agentic AI
Sebagus apa pun teknologi, selalu ada sisi gelapnya. Termasuk pada agentic AI. Justru karena ia bisa mengambil keputusan sendiri, tantangannya juga semakin kompleks.
1. Masalah Etika dan Kendali
Ketika AI punya otonomi, siapa yang bertanggung jawab atas keputusannya? Misalnya AI melakukan keputusan yang merugikan pihak tertentu, atau menyebarkan informasi yang bias—padahal tidak dimaksudkan begitu.
Hal ini membuat diskusi soal AI Alignment dan AI Safety menjadi prioritas utama dalam riset teknologi global.
2. Over-Reliance
Ada kekhawatiran bahwa manusia bisa jadi terlalu tergantung. Ketika semua keputusan kecil sudah diserahkan ke AI, kita mungkin kehilangan insting, empati, bahkan daya analisis kritis.
3. Keamanan dan Kebocoran Data
Karena agentic AI bekerja dengan banyak data sensitif, dari email, dokumen internal, hingga data pelanggan—potensi kebocoran juga tinggi. Belum lagi kalau ada AI yang ‘terjebak’ dalam loop tindakan yang salah dan tidak bisa dihentikan tepat waktu.
4. Penghapusan Peran Manusia
Agentic AI bisa mengambil alih tugas-tugas profesional menengah seperti manajer proyek, analis riset, atau bahkan penulis konten. Apakah ini berarti hilangnya lapangan kerja? Atau justru lahirnya jenis pekerjaan baru?
Menurut laporan dari media bisnis besar di Indonesia, potensi pengurangan tenaga kerja manual bisa diimbangi dengan pertumbuhan pekerjaan baru yang berbasis pengawasan AI, pelatihan model, atau integrasi teknologi.
Intinya: kita butuh keseimbangan. Agentic AI harus jadi kolaborator, bukan dominator.
Masa Depan Agentic AI dan Bagaimana Kita Bisa Bersiap
Dalam satu dekade ke depan, Agentic AI diprediksi akan menjadi tulang punggung dari banyak sektor—baik industri, pendidikan, pemerintahan, maupun sektor kreatif. Tapi pertanyaannya: bagaimana kita bisa bersiap?
1. Upgrade Literasi Digital
Agentic AI tidak akan menggantikan semua orang. Tapi ia pasti menggantikan mereka yang tidak tahu cara bekerjasama dengan AI. Maka, pelajari cara kerja AI dasar, logika workflow, dan cara memanfaatkan tools digital.
2. Bangun Human-AI Collaboration
Kuncinya bukan persaingan, tapi kemitraan. Pekerjaan terbaik di masa depan adalah yang mampu mengintegrasikan kepekaan manusia dan kecepatan AI.
Misalnya: penulis konten tetap dibutuhkan, tapi bisa bekerja lebih produktif jika didampingi agentic sebagai brainstorming partner.
3. Regulasi dan Etika AI
Pemerintah dan lembaga harus mulai menyusun payung hukum yang mengatur batas dan tanggung jawab penggunaan AI. Termasuk di dalamnya: hak cipta AI, privasi data, hingga tanggung jawab atas tindakan otomatis AI.
4. Peran Pendidikan dan Institusi
Kurikulum harus menyesuaikan. Sekolah dan kampus tidak bisa lagi hanya mengajarkan cara menghafal, tapi juga harus melatih logika berpikir sistem, adaptasi teknologi, dan etika digital.
Bayangkan ada mata kuliah baru: Agentic AI in Daily Operations. Bukan hal yang jauh, bahkan beberapa program kampus vokasi dan teknologi di Indonesia sudah mulai memasukkan materi AI ke dalam pelajaran wajib.
Penutup:
Agentic AI adalah titik balik revolusi kecerdasan buatan. Ia membawa kita dari era asisten pasif menuju era agen digital yang berpikir, merancang, dan bertindak sendiri. Keren? Ya. Menakutkan? Bisa jadi. Tapi yang paling penting: ini nyata, dan sudah hadir di sekitar kita.
Daripada takut atau menolak, mungkin ini saatnya kita belajar memahaminya—dan memanfaatkannya secara bijak.
Karena di masa depan, yang paling berkuasa bukan yang paling pintar, tapi yang paling bisa berkolaborasi: manusia dan mesin—dalam harmoni.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Techno
Baca Juga Artikel Dari: Panci Elektrik: Solusi Gaya Hidup Praktis Kekinian

