Jakarta, cssmayo.com – Ada sebuah fenomena yang sedang pelan-pelan mengubah cara perusahaan, startup, bahkan individu memandang dunia digital: Citizen Developer Platforms. Kalau dulu membuat aplikasi identik dengan tim IT profesional, sekarang seorang staf marketing, HR, atau bahkan mahasiswa bisa membuat aplikasi sendiri hanya dengan drag-and-drop.
Istilah “citizen developer” merujuk pada orang biasa—bukan programmer profesional—yang menggunakan platform low-code atau no-code untuk membuat aplikasi. Fenomena ini tumbuh pesat seiring kebutuhan digitalisasi yang makin mendesak. Menariknya, banyak perusahaan besar di Indonesia mulai melirik tren ini.
Bayangkan seorang staf administrasi di sebuah rumah sakit yang harus mengelola jadwal dokter manual dengan Excel. Dengan bantuan Citizen Developer Platforms, ia bisa membangun aplikasi penjadwalan sederhana hanya dalam hitungan jam. Tidak perlu memanggil developer, tidak ada coding rumit, dan tentu lebih hemat biaya.
Menurut laporan Gartner, pada 2026 sekitar 80% aplikasi baru akan dibuat oleh non-developer berkat platform ini. Sebuah prediksi yang agak mengejutkan, tapi cukup masuk akal jika melihat tren digitalisasi yang semakin inklusif.
Mengapa Citizen Developer Platforms Jadi Penting?
Pertanyaan besar yang muncul: kenapa fenomena ini bisa booming? Jawabannya sederhana: kebutuhan aplikasi semakin banyak, sementara tenaga developer terbatas.
Di sebuah startup e-commerce kecil, misalnya, tim IT biasanya hanya fokus pada aplikasi utama untuk konsumen. Namun, tim HR butuh aplikasi internal untuk absensi karyawan, tim sales butuh sistem tracking order, sementara tim finance perlu aplikasi sederhana untuk laporan bulanan. Kalau semua harus menunggu tim IT, bisa-bisa antrean pekerjaan menggunung.
Di sinilah Citizen Developer Platforms hadir sebagai solusi. Mereka menjembatani gap antara kebutuhan bisnis yang cepat dengan keterbatasan tenaga teknis.
Beberapa keuntungan utama:
-
Cepat dan Efisien: Proyek yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan bisa selesai dalam hitungan minggu, bahkan hari.
-
Hemat Biaya: Tidak perlu tim developer besar, cukup training dasar pada staf internal.
-
Inklusif: Memberi kesempatan bagi karyawan non-IT untuk ikut berkontribusi pada inovasi perusahaan.
-
Fleksibel: Bisa langsung di-custom sesuai kebutuhan unik tiap divisi.
Kisah nyata datang dari sebuah universitas swasta di Jakarta. Seorang dosen muda merasa kerepotan mengatur jadwal konsultasi mahasiswa. Ia lalu mencoba membuat aplikasi sederhana dengan bantuan platform no-code. Hasilnya? Dalam satu minggu, ia berhasil menciptakan sistem booking online untuk mahasiswa. Sang dosen bahkan mengaku tidak pernah belajar coding sama sekali sebelumnya.
Teknologi di Balik Citizen Developer Platforms
Banyak yang penasaran: bagaimana mungkin orang awam bisa bikin aplikasi tanpa coding? Jawabannya ada pada low-code dan no-code development.
-
No-Code Platforms: Semua serba visual. Pengguna hanya perlu drag-and-drop elemen, lalu aplikasi langsung jadi. Cocok untuk pemula.
-
Low-Code Platforms: Masih ada sedikit coding, tapi jauh lebih ringan dibanding pemrograman tradisional. Cocok untuk pengguna yang butuh fitur lebih kompleks.
Teknologi ini biasanya sudah dibekali komponen pre-built seperti:
-
Form input data
-
Database terintegrasi
-
API siap pakai
-
Template dashboard
Di Indonesia, beberapa platform lokal mulai muncul sebagai alternatif selain raksasa global seperti Microsoft Power Apps, OutSystems, dan Mendix. Menariknya, beberapa startup tanah air mengembangkan platform no-code untuk UMKM agar bisa bikin aplikasi toko online sendiri.
Seorang pelaku UMKM di Surabaya, misalnya, menggunakan citizen developer platforms untuk membuat aplikasi order makanan sederhana bagi pelanggan setianya. Dulu, ia hanya mengandalkan WhatsApp dan catatan manual. Sekarang, bisnisnya tampak lebih profesional dengan sistem order otomatis.
Tantangan dan Risiko di Balik Kemudahan
Tentu, tidak ada teknologi yang sempurna. Citizen Developer Platforms punya sisi terang sekaligus sisi gelap.
Beberapa tantangan yang kerap muncul antara lain:
-
Keamanan Data – Karena aplikasi dibuat oleh non-developer, kadang aspek keamanan diabaikan. Risiko kebocoran data bisa mengintai.
-
Shadow IT – Munculnya aplikasi “liar” yang tidak terpantau oleh tim IT resmi. Ini bisa menimbulkan masalah integrasi dan compliance.
-
Skalabilitas – Aplikasi yang dibuat cepat kadang tidak tahan untuk beban pengguna yang besar.
-
Keterbatasan Fitur – Meski fleksibel, tetap ada batasan pada fitur kompleks seperti machine learning atau big data analytics.
Ada kisah menarik dari sebuah perusahaan logistik yang memberi kebebasan stafnya membangun aplikasi internal. Awalnya berjalan lancar, namun setelah aplikasi makin sering dipakai, ternyata banyak bug yang muncul. Akhirnya, tim IT tetap harus turun tangan untuk membenahi. Dari situ mereka belajar, meski citizen developer platforms sangat membantu, tetap dibutuhkan kolaborasi dengan profesional IT untuk menjaga kualitas jangka panjang.
Masa Depan Citizen Developer Platforms di Indonesia
Di Indonesia, tren ini masih di tahap awal tapi menunjukkan potensi besar. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) beberapa kali menekankan pentingnya literasi digital. Salah satu arah kebijakan ke depan adalah mendorong lebih banyak masyarakat bisa memanfaatkan teknologi untuk solusi sehari-hari.
Bayangkan jika pelajar SMA di Yogyakarta bisa bikin aplikasi absensi kelas sendiri, atau nelayan di Sulawesi bisa menciptakan sistem pencatatan hasil tangkapan lewat platform no-code. Semua itu mungkin dalam lima tahun ke depan.
Generasi muda, khususnya Gen Z, punya peran besar dalam adopsi ini. Mereka tumbuh dengan budaya digital, terbiasa mencari solusi cepat, dan tidak takut mencoba platform baru. Tidak heran, banyak startup baru justru bermula dari aplikasi sederhana yang awalnya dibuat dengan no-code.
Namun, kunci sukses tetap ada pada keseimbangan. Citizen Developer Platforms bukan untuk menggantikan peran programmer, melainkan melengkapi. Programmer profesional tetap dibutuhkan untuk hal-hal yang lebih kompleks.
Sebagai catatan penutup, tren ini adalah contoh nyata bagaimana teknologi makin demokratis. Dulu hanya segelintir orang yang bisa membangun aplikasi. Kini, hampir siapa pun bisa. Pertanyaannya: apakah kita siap menjadi bagian dari gelombang citizen developer berikutnya?
Kesimpulan
Citizen Developer Platforms bukan sekadar tren sesaat. Ia adalah jawaban atas kebutuhan digital yang semakin cepat dan inklusif. Dari staf administrasi hingga dosen, dari UMKM hingga korporasi besar, semua bisa memanfaatkannya.
Meski ada tantangan seperti keamanan dan integrasi, peluang yang ditawarkan jauh lebih besar. Dengan adopsi yang bijak, kolaborasi antara citizen developer dan profesional IT, serta dukungan ekosistem lokal, Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan dari gelombang inovasi ini.
Pada akhirnya, masa depan aplikasi bukan hanya di tangan programmer, tapi juga di tangan masyarakat luas yang berani mencoba.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Techno
Baca Juga Artikel Dari: Ice Maker—Teknologi Bikin Es Batu Instan di Rumah!